Sunday, February 22, 2009

MALAYSIA DALAM MEMBINA SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI PENDIDIKAN: SEJARAH, TENTANGAN DAN HASIL YANG DICAPAI


Oleh:
Prof. Dr. H. Abdullah Ali, M.Sc.[2]
Karakteristik Penduduk Malaysia
Pembicaraan tentang denyut nadi pembangunan di Malaysia, khususnya pembangunan pendidikan, tidak mungkin dapat diresapi dengan baik tanpa meninjau ciri dari penduduknya.

Negara Malaysia terdiri atas wilayah-wilayah Semenanjung Malaysia atau Malaysia Barat, Sabah dan Sarawak. Sebelum masa kemerdekaan Malaysia Barat lebih dikenal dengan sebutan "Semenanjung Tanah Melayu" atau "Tanah Melayu". Sabah dan Serawak terletak di pulau Kalimantan.
Dewasa ini penduduk Malaysia berjumlah sekitar 22 juta orang. Berlainan dengan Indonesia, berbagai statistik di Malaysia, apakah itu statistik tenaga kerja dan kegiatan ekonomi, persekolahan, rumah tangga, kesehatan, penduduk kota dan desa, status sosial, dll, pada umumnya disajikan menurut jalur pilahan etnis atau perkauman. Tiga kaum atau kelompok etnis yang terbesar di Malaysia ialah etnis Bumiputera (Melayu) yang jumlahnya 51 % dari seluruh jumlah penduduk, etnis Cina, 38 % dari seluruh penduduk, dan etnis Tamil (India), 10 % dari jumlah penduduk. Yang selebihnya terdiri dari berbagai kelompok "Orang Asli" atau suku asli yang telah mendiami Malaysia sebelum orang Melayu mulai mendiami Semenanjung Melayu sejak 2500 tahun yang lalu. Suku-suku asli ini terdiri atas kaum Iban, kaum Bidayuh (Dayak Barat), Bajau, Dusun, Murut, Kadazan, Loh Dayuh, Orang Sungei, dan Suang Latut. Kebanyakan bilangan kaum asli ini bermastautin di Sabah dan Sarawak.
Besarnya jumlah penduduk Cina dan India di Malaysia berpunca dari campur tangan Inggeris melalui strateginya menguasai Pulau Pinang dalam tahun 1786, Singapura dalam tahun 1819 dan menubuhkan Negeri-negeri Selat (Pulau Pinang-Seberang Perai, Melaka dan Singapura) dalam tahun 1826. Administrasi penjajahan Inggreris di masa itu banyak memerlukan tenaga buruh untuk meningkatkan kemajuan ekonomi Inggeris. Timah dan getah amatlah penting bagi empayar Inggeris untuk membangun industrinya setelah Revolusi Industri mulai bergulir di Eropah pada awal abad ke-19. Tujuan ekonomi Inggeris itu segera diikuti dengan kebijaksanaan untuk membuat orang Cina beramai-ramai berhijrah dari negeri asalnya terutama dari Kwangtung dan Fukien ke Semenanjung Tanah Melayu, dan kemudian juga ke Sabah dan Sarawak. Mereka dipekerjakan di tambang-tambang timah, di perkebunan-perkebunan getah yang baru dibuka, dan juga di ladang-ladang gambir dan lada. Penghijrahan orang-orang India mulai pula terjadi secara beramai-ramai sejak tahun 1840-an, mula-mula untuk dipekerjakan di kebun-kebun tebu, kopi dan kelapa, kemudian untuk menjadi buruh pula di kebun-kebun getah. Direncanakan sekitar 7,5 juta orang Cina memasuki Tanah Melayu hingga tahun 1940, namun hanya sekitar 2,5 juta orang yang menetap di Tanah Melayu selepas waktu itu.
Imigran India kebanyakannya (90 %) terdiri dari orang Tamil yang berasal dari Madras di India Selatan. Selebihnya ialah orang-orang Telugu, Malayati, Punjabi dan Selon (Negara Srilangka yang sekarang). Sampai dengan tahun 1970, sekitar 70 % penduduk Bumiputera berdiam di daerah pedesaan dan terutama bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Sedangkan 80 % penduduk Cina dan 88 % penduduk India tinggal di kota-kota. Dalam tahun 1971, hak milik saham-saham orang Melayu dalam perusahaan-perusahaan di Malaysia hanya sebesar 4,3 % sedangkan orang bukan bumi putera dan orang asing sebesar 95,7 %. Hal ini tidak terlepas dari akibat strategi pemerintah kolonial Inggeris yang menginginkan agar orang Melayu tetap tinggal di desa-desa serta menjadi petani dan nelayan serta memperoleh kerja-kerja yang tidak memerlukan ketrampilan tinggi. Penduduk kota kebanyakannya terdiri dari orang-orang Cina dan India. Sebagai gambaran, dalam tahun 1947 statistik penduduk kota-kota di Malaysia pernah mencatat lebih 1,4 juta orang Cina (68,3 % dari seluruh penduduk perkotaan), 234.000 orang India (11,4 % dari seluruh penduduk perkotaan), sedangkan kaum Bumiputera hanya 360.000 orang (17,4 % dari seluruh penduduk perkotaan).
Politik dan Kekuasaan Negara Malaysia
Dari telaahan mengenai pendidikan di Malaysia dalam tulisan ini hendaknya kita akan memperoleh indikasi, bahwa sejarah, politik, dan sistem kekuasaan negara sangat mempengaruhi upaya sesuatu bangsa membangun pendidikannya. Oleh karena itu, berikut ini akan diuraikan mengenai politik dan pembagian kekuasaan antara pemerintah nasional dengan pemerintah-pemerintah negeri di Malaysia.
Malaysia yang semula dijajah oleh Inggeris selama kira-kira hampir 200 tahun, menjadi suatu negara merdeka sejak tahun 1957. Malaysia ialah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang berbentuk negara persekutuan atau federal. Suatu negara federal bermakna bahwa ia memiliki suatu sistem pemerintahan yang terdiri dari pada sejumlah negara bagian yang masing-masingnya mempunyai pemerintahannya sendiri guna mengurus sendiri hal-ikhwal kehidupan rakyatnya, dan yang dikontrol oleh sebuah pemerintahan di tingkat nasional. Pemerintahan nasional itu bertanggung-jawab dalam membuat keputusan mengenai hubungan luar negeri, pertahanan, dan beberapa hal pembangunan dan pemeliharaan pembangunan di masing-masing negara bagian seraya menjaga keselarasan dan perpaduan di antara negara-negara bagian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sistem perundang-undangan negara.
Pembagian kuasa dan tanggungjawab antara Pemerintahan Persekutuan di tingkat nasional dengan Pemerintahan Negeri di tingkat negara bagian terkandung dalam undang-undang dasar negara Malaysia yang disebut Perlembagaan Persekutuan. Perlembagaan tersebut terdiri dari pasal-pasal yang disebut Perkara-perkara. Perkara-perkara yang termaktub dalam Perlembagaan Persekutuan memuat daftar atau senarai yang menjelaskan mana-mana hal yang tertakluk kepada kuasa dan tanggungjawab Pemerintahan Persekutuan di tingkat federal (pusat), senarai tentang mana-mana hal yang tertakluk kepada Pemerintahan Negeri di tingkat negara bagian, dan senarai yang menjelaskan mana-mana pula kuasa dan tanggungjawab yang menjadi hak dan wewenang bersama antara Pemerintah Persekutuan dan Pemerintah masing-masing negeri. Kuasa membuat undang-undang tentang hal-hal yang menjadi hak dan tanggungjawab Pemerintah Persekutuan berada di tangan Parlemen yang berkedudukan di ibukota negara, yaitu Kuala Lumpur. Kuasa membuat undang-undang yang menjadi hak dan tanggungjawab masing-masing negeri berada dalam tangan Dewan Undangan Negeri di masing-masing negeri (yaitu semacam DPRD). Para Anggota Dewan Undangan Negeri disebut ADUN yang dipilih melalui pilihan raya (pemilu) setiap lima tahun. Adapun kuasa membuat undang-undang tentang hal-hal yang tidak dimuat dalam salah-satu dari tiga senarai itu disebut kuasa baki atau "kuasa tersisa", dan kuasa itu menjadi hak dan tanggungjawab Dewan Undangan Negeri di masing-masing negeri, dan bukan tanggungjawab Parlemen.
Menurut ketiga senarai di atas ada 19 hal yang menjadi hak dan tanggungjawab Pemerintah Persekutuan, sembilan hal yang menjadi hak dan tanggungjawab Pemerintah di masing-masing Negeri dan sembilan pula hak dan tanggungjawab bersama antara Pemerintah Persekutuan dan masing-masing Negeri.
Negara Persekutuan Malaysia terdiri dari 13 Kerajaan Negeri, yang berstatus negara bagian, yaitu Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Selangor, Perak, Terengganu, Pulau Pinang, Kedah, Perlis, Kelantan, Sabah dan Sarawak. Kecuali Melaka, Pulau Pinang, Sabah dan Sarawak yang tidak diperintah oleh raja, sembilan dari Kerajaan Negeri yang selebihnya itu masing-masing diperintah oleh seorang raja yang bertitel sultan, dan yang memerintah di masing-masing Negerinya secara turun-temurun. Tiap Negeri memiliki sejumlah daerah. Setiap daerah terdiri atas sejumlah mukim, dan tiap mukim terdiri lagi atas sejumlah kampung. Khusus mengenai Melaka perlu dicatat, bahwa Kerajaan Melaka pernah merupakan salah-satu kerajaan yang terjaya di Nunantara ini di sekitar enam hingga tujuh abad yang lalu. Kerajaan Melaka terletak di pantai Timur Selat Melaka dan pernah diperintahi oleh delapan orang raja dan sultan berturut-turut selama satu seperempat abad antara tahun 1400 hingga 1528. Melaka terkenal gigih melawan penjajah Portugis dan mempunyai sejarah politik, diplomasi, hubungan dagang internasional, kepahlawanan, kebudayaan (khususnya kesusasteraan Melayu) yang gemilang. Ironisnya, sekarang Melaka tidak memiliki raja lagi, sehingga tidak termasuk dalam Majelis Raja-Raja Malaysia.
Ke dalam persekutuan Malaysia termasuk pula Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur selaku wilayah ibu kota negara yang kepala pemerintahannya disebut Datuk Bandaraya, dan Wilayah Persekutuan Labuan, sebuah pulau lepas pantai barat daya Sabah yang telah berkembang menjadi sebuah pusat industri.
Kepala Negara Malaysia ialah Yang Di-Pertuan Agung, yang berhak dipanggil dengan sebutan Duli Yang Maha Mulia (DYMM). Sehari-harinya ia sering disebut sebagai "Agung", bila masyarakat berbicara satu-sama-lain yang menyebut-nyebut namanya. Seorang Yang Di-Pertuan Agung memerintah Malaysia selama lima tahun. Ia berasal dari kalangan raja-raja Melayu yang sedang memerintah. Raja-raja itu mempunyai suatu majelis yang seperti telah diutarakan di muka disebut Majelis Raja-Raja. Majelis Raja-Raja-lah yang memilih seorang Yang Di-Pertuan Agung di antara mereka sendiri secara bergilir setiap lima tahun atau kurang dari lima tahun bila Yang Di-Pertuan Agung yang sedang menjadi Kepala Negara tiba-tiba mangkat dalam masa jabatannya.
Sepintas lalu, khususnya bagi kebanyakan orang yang bukan orang Malaysia, Yang Di-Pertuan Agung tampaknya hanya selaku seorang kepala negara yang bersifat simbol tertinggi negara saja, dan yang hanya menjalankan tugas protokoler tertinggi di dalam urusan-urusan kenegaraan, misalnya menerima kunjungan kepala negara asing. Tetapi bukan hanya begitu saja halnya, karena Perlembagaan Persekutuan (Undang-Undang Dasar) Malaysia menetapkan bahwa setiap undang-undang yang dibicarakan di Parlemen hanya lulus untuk diberlakukan, bila mendapat mengesahan dari Yang Di-Pertuan Agung dan Parlemen. Di samping itu sebagai Kepala Negara yang Di-Pertuan Agung juga berhak melakukan tiga hal penting, yaitu: (1) melantik Perdana Menteri yang telah dipilih oleh rakyat melalui proses pemilihan umum yang langsung; (2) tidak mempersetujui permintaan membubarkan Parlemen; dan (3) meminta agar diadakan musyawarah Majleis Raja-Raja tentang keistimewaan, kedudukan, kemuliaan dan kebesaran Raja-Raja.
Sejarah Perkembangan Pendidikan di Tanah Melayu hingga Perang Dunia Kedua
1. Pendidikan orang Melayu. Seirama dengan berawalnya sejarah pendidikan Islam di daerah-daerah lain di Nusantara, pendidikan di Tanah Melayu mulai melembaga sejak abad ke-15, ketika orang Melayu, khususnya dari kalangan istana raja-raja mulai memperoleh pendidikan agama Islam melalui guru-guru Al-Qur'an yang terdapat di kampung-kampung dari keturunan Sayyid. Sambil menjadi imam di surau-surau dan mesjid-mesjid, Sayyid-sayyid itu juga mengajar anak-anak dalam pelajaran agama. Bahan-bahan pelajaran yang diajarkan tajwid, fardhu 'ain, rukun Islam, rukun iman, dan menulis huruf-huruf Al-Qur'an serta tulisan Jawi. Tradisi demikian berjalan hingga abad ke-17.
Dalam abad ke-18 perkembangan pendidikan agama Islam di Semenanjung Tanah Melayu mulai maju pesat dengan berhijrahnya beberapa orang alim ulama dari Timur Tengah ke Tanah Melayu. Salah seorang dari padanya berasal dari Bagdad, yaitu Syarif Muhammad yang kemudian terkenal dengan gelar 'Tok Pulau Manis" dan bermastautin (bermukim) di Terengganu. Ulama ini pernah belajar di Aceh dan Mekah, yang kemudiannya menjadi seorang ulama yang termasyhur. Dengan makin banyaknya para ulama yang berhijrah ke Kelantan dan Terengganu, maka makin luaslah penyebaran pendidikan Islam, terutama di negeri-negeri Melalyu sebelah utara.
Sejak penghujung abad ke-19, pondok-pondok pendidikan Islam telah terdapat di merata tempat di seluruh Tanah Melayu, terutama di Kelantan, Kedah, Perak dan Pulau Pinang. Pendidikan sistem pondok merupakan suatu taraf lebih meningkat dari pendidikan agama di rumah-rumah guru dan di surau-surau. Sistem pendidikan pondok lazimnya bermula dari datangnya tuan guru atau alim ulama dari luar untuk mengajarkan agama kepada orang kampung, terutama kepada masyarakat petani yang tinggal di kawasan penanaman padi. Kebanyakan tuan guru pondok mempunyai pengaruh yang kuat dalam masyarakat di sesuatu kawasan. Mereka memberi pelajaran dengan sukarela. Kemudian, melalui pertolongan orang kampung rumah tuan guru dibangun dan pondok untuk tempat murid-murid belajar didirikan di kawasan yang berdekatan. Tanah tempat berdirinya pondok biasanya milik tuan guru atau “tok guru”, atau diwakafkan atas kerjasama orang kampung. Kurikulum di sistem pondok pun lebih tinggi sifatnya, termasuk tauhid, tafsir, hadist, nahu saraf, tasauf dan doa-doa yang berhubungan dengan kehidupan kemasyarakatan. Tulisan Jawi dan bahasa Arab turut diajarkan. Bahasa pengantar ialah bahasa Melayu. Masa itu banyak kitab dalam bahasa Arab telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.
Pada masa penjajahan Inggeris, pemerintah kolonial Inggeris mendirikan sekolah-sekolah vernakular Melayu, tetapi bukan untuk mencerdaskan anak-anak Melayu untuk mencapai taraf kemelekan intelektual dan memperoleh derajat keterampilan berusaha yang tinggi. Strategi pendirian sekolah-sekolah Melayu ialah untuk memenuhi selera politik penjajahannya, yaitu seperti saran Arthur Kenion, seorang pegawai tinggi Inggeris, yaitu: [pendidikan bagi orang Melayu] diadakan "agar orang-orang Melayu tetap tinggal di sawah-sawah padi dan supaya mereka tidak hilang kemahiran dan kesenian dalam kerja-kerja menangkap ikan dan kerja-kerja hutan. Mereka agar diajarkan untuk memuliakan kerja buruh, dan supaya tidak semua mereka menjadi kerani", sehingga [dengan demikian] Inggeris "tidak akan menghadapi kekacauan seperti yang terjadi di India akibat pelajaran berlebihan".[3] Jadi, pendidikan bagi orang Melayu hanya sekedar untuk melepaskan mereka dari buta huruf, untuk menjadi petani yang lebih baik dari ibu-bapa mereka atau menjadi buruh, polisi, guru, dan dapat hidup gembira dalam masyarakat kampung. Desakan untuk mengajarkan kemahiran berbahasa Inggeris di kalangan anak Melayu desa telah ditolak oleh pemerintah kolonial Inggeris.
Pada mulanya sekolah vernakular Melayu itu memberikan pendidikan tingkat rendah selama empat tahun dan tidak ada lanjutan setelah itu. Namun keadaan dalam tahun 1930-an telah menunjukkan, bahwa bersama-sama dengan sekolah vernakular Cina dan Tamil,sekolah vernakular Melayu pun telah menjadi enam tahun. Istilah "vernakular" bermakna, bahwa bahasa pengantar yang dipergunakan di sekolah Melalyu ialah bahasa Melayu atau bahasa ibu. Dalam pada itu, pendidikan melalui sekolah Melayu yang dikendalikan Inggeris tersebut tidak mendapat simpati dari orang Melayu sendiri, karena kehadiran anak-anak Melayu di sekolah-sekolah ciptaan Inggeris itu bukan karena keikhlasan hati ibu-bapa mereka melainkan karena paksaan.
Sekolah Melayu pertama ciptaan Inggeris dibuka pada tahun 1875 di Kelang, Selangor. Sekolah Melayu kemudian bertambah jumlahnya menjadi ratusan buah, dan bertabur letaknya di mana-mana tempat di Tanah Melayu. Akibat strategi itu ratusan sekolah Melayu telah dibangun hingga sebelum Perang Dunia Kedua, dan dalam tahun 1938 jumlah anak Melayu yang belajar di sekolah Melayu telah mencapai sekitar 90.000 orang. Sesuai dengan strategi politik penjajahan Inggeris, sampai akhir Perang Dunia Kedua, masyarakat Melayu tetap tidak berubah nasibnya, dan tetap hidup dalam kemiskinan. Dalam pada itu, pencerobohan Inggeris terhadap sistem pengajian Al-Qur'an telah sedikit-banyak menyinggung hati orang Melayu.
Namun, pada awal abad ke-20 hingga menjelang Perang Dunia Pertama, dengan memperoleh pemikiran dari ajaran-ajaran reformis dari Asia Barat, misalnya dari Muhammad Abduh, para pemimpin Islam dari kalangan muda di Tanah Melayu yang disebut "Kaum Muda" telah melahirkan institusi pendidikan Islam yang berbentuk madrasah moderen. Sistem pendidikan madrasah yang ditumbuhkan memiliki kurikulum yang lebih lengkap guna mencakup pendidikan ilmu pengetahuan keduniaan dan ilmu akhirat. Madrasah-madrasah yang pertama didirikan ialah di Singapura dalam tahun 1907, di Melaka dalam tahun 1917 dan di Pulau Pinang dalam tahun 1919. Kemudian dalam kurun waktu antara tahun 1920-an hingga 1940-an madrasah tumbuh bertabur lebih luas di seantero Semenanjung Malaya. Beberapa di antara yang menonjol ialah Madrasah al-Ma'hadil Mahmud di Kedah (1933); al-Madrasah al-Sultan Zainal Abidin di Terengganu (1933); Madrasah al-Haji Taib di Muar, Johor (1920); dan Madrasah al-Mashor di Pulau Pinang (1939). Dengan hadirnya pengajian dan pendidikan berbentuk madrasah, maka sekolah-sekolah Melayu ciptaan Inggeris telah dapat disaingi.
2. Pendidikan orang Cina. Dengan kedatangan imigran Cina dalam jumlah beramai-ramai ke Tanah Melayu, maka kaum Cina pun merasa perlu memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Di mana ada masyarakat Cina, atas prakarsa persatuan-persatuan kaum Cina atau pun usaha orang perseorangan yang kaya ditumbuhkanlah sekolah-sekolah vernakular Cina untuk memastikan agar warisan budaya dan bahasa Cina tetap kekal walaupun di perantauan. Sebelum abad ke-20 kurikulum sekolah-sekolah Cina berorientasikan pemikiran di Tanah Besar Cina, termasuk buku-buku teks yang didatangkan dari Cina. Inggeris tidak mencampuri atau menghalangi usaha masyarakat Cina mengembangkan sekolah-sekolah mereka. Tetapi kemudian pada awal abad ke-20, pemerintah Inggeris mulai memantau kegiatan perkembangan sekolah-sekolah Cina dengan menerbitkan suatu Ordonansi Pendaftaran Sekolah pada tahun 1920. Sebabnya ialah pada waktu itu sekolah-sekolah Cina di Tanah Melayu sangat terpengaruh oleh perkembangan di negeri Cina dan menjadi media penyebaran anti pemerintahan Inggeris dan politik Kuomintang. Berlainan dari sekolah-sekolah vernakular Melayu yang dibangun oleh Inggeris, sekolah-sekolah vernakular Cina terdiri dari tiga tingkat: sekolah rendah enam tahun, sekolah menengah pertama tiga tahun dan sekolah menengah tinggi tiga tahun. Untuk dapat mencampuri perkembangan sekolah-sekolah Cina, Pemerintah Inggeris memberikan bantuan keuangan kepada sekolah-sekolah Cina. Namun, akibatnya disiplin proses belajar-mengajar di sekolah-sekolah Cina malah bertambah baik. Usaha mengetatkan pengawalan terhadap sekolah-sekolah Cina dilakukan oleh Inggeris hingga Perang Dunia Kedua. Dalam tahun 1938 sebanyak 86.000 anak-anak Cina bersekolah di sekolah-sekolah vernakular Cina di Semenanjung Malaya.
3. Pendidikan orang Tamil.Sebagaimana masyarakat Cina, pesatnya terjadi pertumbuhan sekolah-sekolah vernakular Tamil terjadi setelah buruh-buruh India beramai-ramai didatangkan ke Semenanjung Malaya antara pertengahan abad ke-19 hingga Perang Dunia Kedua. Sekolah-sekolah vernakular Tamil berkembang di sekitar ladang-ladang kopi, gula, kelapa dan getah, terutamanya di Negeri Sembilan, Melaka, Seberang Perai dan Johor bagian utara. Sebaran sekolah-sekolah Tamil tersebut mengikuti sebaran banyaknya buruh-buruhTamil di berbagai perkebunan tersebut. Jumlah anak-anak Tamail yang bersekolah adalah rendah sekali, khususnya disebabkan oleh sikap masyarakat India yang tidak begitu tertarik kepada sekolah Tamil, karena lebih tertarik kepada sekolah-sekolah Inggeris di kota-kota. Di samping itu sekolah-sekolah vernakular Tamil mengalami kekurangan fasilitas, termasuk guru dan buku-buku. Sikap pemerintah Inggeris pun tidak tidak memperhatikan bantuan terhadap sekolah Tamil.menjelang tahun 1930 terdapat empat jenis sekolah Tamil di Tanah Melayu: (1) sekolah pemerintah; (2) sekolah perkebunan; (3) sekolah yang berdiri sendiri; dan (4) sekolah yang dibangun oleh para pendakwah Kristen. Dalam tahun 1938 sekitar 23.000 anak-anak Tamil bersekolah di sekolah-sekolah yang memakai bahasa pengantar bahasa Tamil.
4. Pendidikan Inggeris. Sekolah-sekolah Inggeris sepenuhnya menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggeris. Sekolah Inggeris terdapat di kota-kota. Pada dasarnya, pendakwah-pendakwah Kristen yang telah memegang peranan dalam memajukan perkembangan sekolah-sekolah Inggeris di Semenanjung Malaya. Hal itu sehubungan dengan pemerintah Inggeris tidak ingin pendidikan Inggeris yang berlebihan diberikan kepada kaum Bumiputera dan kaum-kaum pendatang, karena takut meningkatnya kesadaran politik untuk menentang penjajah oleh golongan yang telah berpendidikan. Bila pun ada pendidikan Inggeris, sekedar hanya cukup untuk dipergunakan bagi bekerja di kantor-kantor pemerintah. Namun sejak tahun 1905 telah terpaksa pula didirikan sebuah sekolah Inggeris yaitu Maktab Melayu Kuala Kangsar atas hasil rundingan pembesar-pembesar Melalyu dengan pemerintah Inggeris. Sekolah Inggeris itu mendapat julukan "Malay Eton", karena corak kurikulum yang dipergunakan ialah model sekolah-sekolah "Grammar" di Inggeris. Tujuan pendirian sekolah itu ialah untuk mengekalkan elitisme di kalangan bangsawan Melayu. Pendirian sekolah Inggeris untuk kaum bangsawan ini mempunyai implikasi yang besar pada masyarakat Melayu, karena menyadarkan orang Melayu golongan bawah untuk turut pula memperoleh pendidikan Inggeris. Sekolah-sekolah tersebut adalah yang terlengkap dan mengikuti pendidikan seperti sekolah-sekolah di Inggeris. Dalam tahun 1938 sebanyak 58.000 anak Melayu menjadi murid sekolah-sekolah Inggeris.
5. Perkembangan sistem pendidikan dalam tahun 1930-an.
Data dalam tahun 1930-an menunjukkan, bahwa sekolah-sekolah menengah telah dikembangkan pula dan di atas pendidikan menengah telah berkembang berbagai jenis maktab dan sekolah teknik. Bahasa yang dipakai di sekolah-sekolah itu pada dasarnya tetap berdasarkan jalur bahasa ibu masing-masing kaum, yaitu aliran Melayu, aliran Cina, dan aliran Tamil. Di samping itu telah berkembang pula sekolah aliran Inggeris yang memungkinkan para lulusan mengikuti pendidikan hingga ke maktab-maktab di Tanah Melayu dan universitas di luar negeri. Maktab ialah sekolah tinggi yang memberikan pendidikan keguruan, pertanian, dan kedokteran. Aliran sekolah Cina memungkinkan lulusan meneruskan ke pendidikan tinggi di negeri Cina.
Dari berbagai keterangan di atas terlihat, bahwa sistem persekolahan di Tanah Melayu yang dikembangkan di masa penjajahan Inggeris membuat berbagai kaum yang memang berasal dari kelompok etnis yang berlainan menjadi bertambah terkotak-kotak dalam kaumnya masing-masing. Ketimpangan sosio-ekonomi dan psikologis yang berakibat dari itu menimbulkan masalah-masalah besar yang harus dikoreksi secara keras di kemudian harinya.
Tragedi 13 Mei 1969 dan Dasar Ekonomi Baru
Pada tanggal 13 Mei 1969 terjadi suatu peristiwa berdarah akibat meruncingnya ketidak-adilan terhadap penduduk Bumiputera yang merenggut banyak jiwa dan menyebabkan kerusakan harta benda masyarakat. Ia telah meninggalkan kesan hitam yang mendalam di kalangan rakyat Malaysia. Peristiwa itu dipicu oleh kampanye pemilihan umum yang terlalu lama di mana terjadi tuding-menuding antara kaum untuk meraih suara terbanyak. Tragedi tersebut terjadi segera setelah hasil pemilihan umum tahun 1969 diumumkan. Hasil-haasil itu menunjukkan partai-partai pembangkang , yaitu DAP dan partai Gerakan menunjukkan kemenangan yang sangat menonjol. Menurut Haji Abdul Halim Ab. Rahman dan rekan-rekan yang menulis buku "Malaysia Kita" yang diterbitkan Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Kuala Lumpur tahun 1991, "untuk merayakan kemenangan itu ada yang mengambil kesempatan untuk merendahkan dan menghina orang Melayu. Ekoran dari penghinaan tersebut partai [United Malays National Organisation, yaitu partainya orang Melayu yang telah memerintah sejak Malaysia berdiri] telah berusaha menganjurkan suatu perarakan kemenangan dalam pemilu tersebut. Partai UMNO juga menang, tetapi perolehan suara kedua "rakan kongsinya , yaitu Malaysian Chinese Association (MSA) dan Malaysian Indian Congress (MIC) pada keseluruhannya telah merosot". Kedua partai itu sudah selalu menjadi kongsi UMNO dalam membentuk pemerintahan. Perarakan-perarakan kemenangan itu telah menaikkan semangat kedua belah pihak, yaitu di pihak Melayu dan di pihak bukan Melayu. Perarakan-perarakan provokatif itulah yang telah membakar semangat yang memicu terjadinya kerusuhan 13 Mei tersebut.
Sesuai dengan pandangan INTAN, tragedi 13 Mei memberikan amaran kepada Malaysia untuk "perlunya diadakan suatu perpaduan masyarakat yang dapat dijadikan pegangan dan panduan bagi masyarakat Malaysia untuk hidup dengan aman dan berbaik-baik di antara satu dengan yang lain." Tragedi itu menunjukkan bahwa usaha perpaduan masyarakat sukar dicapai bila masyarakat Malaysia hidup dalam kemiskinan.
Oleh sebab itu, setahun kemudian, yaitu dalam tahun tahun 1970, guna mengkoreksi ketimpangan akibat masa lalu, Malaysia mulai melancarkan skema Dasar Ekonomi Baru (DEB), yang bertujuan untuk membetulkan ketidak-seimbangan sosio-ekonomi yang terjadi di antara golongan-golongan etnis, di antara wilayah-wilayah, khususnya antara kota dan desa, dan di dalam wilayah yang sama di Malaysia. Strategi yang ingin dicapai dalam 20 tahun oleh DEB ialah: (1) mengurangi dan membasmi kemiskinan dengan menambah pendapatan dan memperbanyak peluang kepada semua rakyat tanpa memandang kaum; dan (2) menyusun kembali masyarakat untuk mengurangkan dan seterusnya menghapuskan identitas kaum mengikut fungsi-fungsi ekonomi. DEB dilakasanakan dalam enam Rancangan Pembangunan yang berlangsung antara tahun 1970 hingga 1995.
Sesuai dengan matlamat (tujuan) DEB, kemajuan dalam menciptakan keadilan di bidang pendidikan mulai terasa pula. Dengan memajukan berbagai cabang pendidikan, khususnya pendidikan ikhtisas (profesional; untuk bekerja mencari upah atau gaji) di bawah skema Dasar Ekonomi Baru (DEB), mulailah terjadi mobilitas sosial secara vertikal yang amat pesat di kalangan orang Melayu khususnya. Sejak itu para angkatan muda Melayu yang terdidik, termasuk yang lulusan universitas dan pendidikan ketrampilan menengah dan tinggi banyak yang meninggalkan daerah-daerah pedesaan untuk kemudian bermastautin di kota-kota seraya bermata pencaharian menjadi pegawai di kantor-kantor pemerintah dan usaha swasta, sebagai kerani, manajer pabrik, dosen dan guru sekolah, peguam (pengacara), dokter, politisi, pengusaha, dll. Banyak di antara mereka bertempat tinggal di kompleks-kompleks rumah susun dan pangsapuri (apartment mewah dan kondominium) atau pun rumah tipe "bungalow" dan di berbagai kompleks perumahan di kota-kota dengan berbagai tingkat kemudahan sosial-ekonomi yang dapat mereka raih dari kemujuran ekonomi negara.
Kemajuan dalam Bidang Pendidikan sejak Tahun 1970
Sulitnya pembinaan perpaduan nasional di antara masyarakat yang "berbilang kaum" atau masyarakat dari berlainan etnis di Malaysia terlihat dari kenyataan, bahwa sampai sekarang pendidikan di tingkat dasar atau rendah masih bercirikan etnis. Jadi, sekolah dasar terbagi tiga macam, yaitu: (1) Sekolah Rendah Kebangsaan (SRK), di mana yang menjadi muridnya ialah anak-anak Melayu; (2) Sekolah Rendah Jenis Kebangsaan (Cina), disingkat SRJK (C), di mana murid-muridnya adalah anak-anak Cina; dan (3) Sekolah Rendah Jenis Kebangsaan (Tamil) atau SRJK (T), di mana murid-muridnya ialah anak-anak India. Di masing-masing sekolah rendah itu masih dipergunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar. Namun, isi kurikulumnya ialah mengarah kepada usaha perpaduan kebangsaan Malaysia., dan tidak berorientasi lagi kepada pengaruh luar negeri. Murid-murid dari SRJK (C) dan SRJK (T) masih memerlukan setahun belajar tambahan setelah tamat pendidikan dasar enam tahun, untuk masuk ke tingkat pendidikan menengah rendah. Sejak di tingkat pendidikan menengah rendah hingga ke universitas, bahasa rasmi yang harus dipergunakan sebagai bahasa pengantar ialah bahasa Melayu yang disebut bahasa kebangsaan Malaysia, karena hal itu merupakan ketentuan hukum. Walaupun demikian dalam komunikasi antar etnis di Malaysia di kalangan masyarakat kelas atas tetap masih banyak dipergunakan bahasa Inggeris. Di tingkat menengah atas, pendidikan terbagi ke dalam dua peringkat, masing-masing dua tahun lamanya. Bila murid-murid sekolah menengah atas ingin masuk ke pendidikan ikhtisas (kejuruan; ketrampilan; vokasional di maktab-maktab tiga tahun), mereka cukup berhenti setelah belajar dua tahun di SMA. Bagi mereka yang ingin meneruskan ke jalur akademik di universitas dan yang ingin melanjutkan mempelajari ilmu teknik di luar negeri, mereka harus masuk ke peringkat lanjutan dua tahun lagi, atau setahun lagi bila ingin masuk ke maktab vokasional atau untuk langsung mencari kerja.
Sebelum tahun 1969, Malaysia hanya memiliki dua universitas, yaitu Universiti Malaya (dibangun sejak 1962) dan Universiti Sains Malaysia (1969). Sejak DEB dilaksanakan sebagai dasar acuan pembangunan negara lima buah universitas lagi dibangun antara tahun-tahun 1970 hingga 1984, yaitu Universiti Kebangsaan Malaysia (1970); Universiti Pertanian Malaysia, sekarang berubah wujud menjadi Universiti Putra Malaysia (1971); Universiti Teknologi Malaysia (1972); Universiti Islam Antarabangsa (1983); dan Universiti Utara Malaysia (1984).
Universiti-universiti itu memberikan pendidikan dalam berbagai bidang sains, sastra, agama, budaya, kedokteran, ilmu-ilmu sosial dan teknologi. Ia mempersiapkan tenaga kerja untuk menampung kemajuan industri Malaysia, yang selama beberapa tahun belakangan ini bertumpu pada teknologi elektronik dan sibernetiks.
Di samping universiti terdapat pula dua kolej atau maktab, yaitu Institut Teknologi MARA dan kolej Tunku Abdul Rahman. Juga Malaysia memiliki enam buah politeknik, masing-masing terdapat di Negeri-negeri Perak, Pahang, Kedah, Johor, Kelantan dan Sarawak. Khusus mengenai Institut Teknologi MARA, lembaga pendidikan tinggi ini dibina berdasarkan skim MARA, yaitu Majlis Amanah Rakyat, suatu gerakan yang dibina dalam bidang pendidikan dan dalam bidang keusahawanan yang diperuntukkan bagi mempercepat keikut-sertaan kaum Bumiputera dalam bidang perdagangan dan industri, guna mengurangkan tingkat kemiskinan di kalangan mereka.
Menurut pengamatan penulis, para lulusan pendidikan tinggi di Malaysia tidak banyak yang tertarik untuk mencapai gelar pasca sarjana dan doktor. Sebabnya ialah lapangan kerja telah cukup tersedia baginya setelah selesai pendidikan maktab atau politeknik dan S-1. Gaji awal yang mereka terima umumnya di sekitar RM 1400 atau sekitar Rp 5 juta dalam kurs rupiah: ringgit Malaysia yang sekarang. Uang sebanyak itu telah memungkin mereka untuk memulai kehidupan yang layak, serta dapat pula dengan mudah memiliki mobil yang baru yang diperoleh melalui pinjaman bank yang dicicil selama beberapa tahun.
Rangkuman dan Kesimpulan
Usaha Malaysia membangun sumber daya manusianya untuk membina kesejahteran masyarakatnya secara lebih berkeadilan tidak terlepas dari penderitaan rakyatnya di masa penjajahan Inggeris. Warisan zaman kolonial itu telah meninggalkan rakyat Bumiputera menjadi miskin di negerinya sendiri dan seluruh rakyat Malaysia hidup terkotak-kotak dalam kelompok perkaumannya masing-masing.
Suatu tragedi berdarah telah pernah terjadi pada masa-masa awal kemerdekaan Malaysia akibat meruncingnya perbedaan kesejahteran sosial antar etnis. Hal itu telah menginsyafkan para pemimpin Malaysia untuk mengatur kembali kerangka sosio-ekonomi yang lebih adil, dan memberi kesempatan yang lebih adil pula kepada segenap rakyat Malaysia untuk menaiki tangga sosial guna mencapai kemakmuran yang makin tinggi dan makin merata melalui institusi-institusi pendidikan. Integrasi kebangsaan Malaysia tampaknya masih mengalami tantangan yang berat, tetapi keberhasilan dalam upaya memajukan kesejahteraan ekonomi-sosial telah makin merata dirasakan oleh segenap strata sosial masyarakat.

Rujukan
Hussin, Suffen. 1993. Pendidikan di Malaysia. Sejarah, Sistem dan Falsafah.

Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur. 554pp.
Karim, Mohd. Rais b. Abdul. 1991. Malaysia Kita. Institut Tadbiran Awam
Negara. Kuala Lumpur. 884pp.

Siwar, Chamhuri, Redzwan Othman dan Nik Hashim Nik Mustapha. 1994.

Ekonomi Asas. Utusan Publications and Distributors Sdn Bhd. Kuala Lumpur. 196pp.

Baca selanjutnya......

Pembentukan Bangsa Malaya Dalam Kancah Politik Darurat, 1948-1957: Isu dan Persoalan Perkauman

Isu dan Persoalan Perkauman


 Pertumpahan darah selepas zaman Jepun antara Melayu-Cina
 Malayan Union : Melayu menentang dan bukan Melayu menyokong
 Persekutuan Malaya: bukan Melayu menentang dan Melayu menyokong; kecuali radikal Melayu

Keganasan Komunis dan Perkauman Meruncing
Punca:
 Kebanyakan anggota Parti Komunis Malaya(PKM) adalah Cina
 Kebanyakan polis dan tentera adalah Melayu

Langkah British menangani ancaman PKM dan merapatkan jurang perkauman
 Menyekat sokongan dan simpati Cina kepada PKM dengan mengadakan program kampung baru, catuan makanan, sekatan jalan, kad pengenalan dan perintah berkurung.
 Memperkuat pasukan tentera, polis dan keselamatan di seluruh Tanah Melayu untuk menghadapi ancaman bersenjata komunis
 Menyokong penubuhan Persatuan Cina Malaya yang diasaskan oleh Tan Cheng Lock untuk menyatukan masyarakat Cina menentang PKM supaya masyarakat Melayu tidak bersendirian menentang komunis seterusnya menangani sentimen perkauman dalam isu tersebut
 Jawatankuasa Muhibbah Antara Kaum ( 1949 ) forum permuafakatan untuk mencari jalan mengatasi ancaman komunis dan merapatkan jurang perkauman
 British menjanjikan kemerdekaan dan penyediaan rakyat Tanah Melayu berkerajaan sendiri .Ini melemahkan propaganda dan perjuangan PKM kerana tidak ada modal ampuh lagi menentang British.

Sumbangan UMNO menerusi Jawatankuasa Hubungan Antara Kaum
 UMNO (pimpinan Dato Onn) bersedia melonggarkan sedikit syarat kerakyatan kepada bukan Melayu supaya tidak beralih kepada PKM.
 Pada 1952, kira-kira 1,200,000 Cina layak menjadi warganegara dan 180,000 India turut mendapat hak yang sama.
 Onn (UMNO) bertolak ansur demi memikirkan keamanan TM.


ANCAMAN POLITIK PERKAUMAN TERUS MEMBIAK
 Apakah PUNCAnya:

Keengganan sesetengah orang Cina menyertai pasukan khas Perkhidmatan Kebangsaan pada Disember 1950. Pasukan ini ditubuhkan untuk melawan keganasan komunis dan merapatkan hubungan antara Melayu-Cina, sekaligus mengikis prejudis perkauman. Pada 1951, hanya 1,800 pemuda Cina menyertainya. Itu pun kebanyakannya yang berpendidikan Inggeris dan sedikit sahaja daripada aliran sekolah Cina. Ribuan pemuda Cina melarikan diri dari Tanah Melayu. Melayu ragui kesetiaan Cina terhadap TM.

Faktor kedua:
 Akibat gerakan politik yang bercita-cita memisahkan Pulau Pinang daripada Persekutuan Tanah Melayu. Dilancarkan oleh Cina-India Dewan Perniagaan Cina Pulau Pinang, Persatuan Negeri P. Pinang, Dewan Perniagaan India Pulau Pinang, Persatuan Serani Pulau Pinang ( dll ). Berlaku pada Disember 1948. Gerakan ini bertujuan menjadikan Pulau Pinang sebagai Singapura II. Pada Januari 1949, lebih 2,000 Melayu berdemo menyatakan bantahan keras menerusi UMNO Pulau Pinang.

Punca seterusnya:
 Kesan Rancangan Briggs. Melalui Rancangan Briggs, British menempatkan semula setinggan Cina di luar bandar-pinggir hutan di KAMPUNG BARU. Tetapi, British mengambil Tanah Simpanan Melayu sebagai tapaknya. Tindakan ini merugikan dan menjejaskan tanah orang Melayu. Namun, demi memikirkan kestabilan negara dan keharmonian, isu ini tidak diperbesarkan oleh orang Melayu sendiri.

Di samping itu:
 Ketika darurat, British lebih banyak membelanjakan wang untuk menghapuskan komunis dan memujuk masyarakat Cina menyokong British. Selain melonggarkan syarat kerakyatan, British juga tidak mempedulikan kemiskinan dan nasib ekonomi Melayu. Lebih banyak wang digunakan untuk memajukan Kampung Baru berbanding kampung Melayu. Kampung Baru berkembang menjadi pekan-bandar.

Faktor kelima:
 Kegagalan usaha Onn Jaafar membuka keahlian UMNO kepada bukan Melayu pada 1951. Sebenarnya, Onn berjaya membawa masuk bukan Melayu menjadi ahli UMNO sejak Mei 1949 lagi. Antara yang pernah menjadi ahli UMNO ialah 30 taukei Cina dari P. Pinang ( seperti Khoo Teik Eee dan Tan Kim Boon ), lebih 100 India dari Perak dan KL termasuk E.E.C. Thuraisingham dan lebih 200 Cina-India menjadi ahli UMNO di Johor. Usaha ini gagal kerana ditentang oleh perwakilan UMNO. Mereka bimbang akan dikuasai pula oleh bukan Melayu. Inilah hakikat politik perkauman dewasa itu.


Baca selanjutnya......

Wednesday, February 18, 2009

PEMBANGUNAN EKONOMI DAN HUBUNGAN ETNIK DALAM KONTEKS NEGARA MALAYSIA

 Selepas Tragedi 13 Mei 1969, Dasar Ekonomi Baru diperkenalkan dan ia menunjangi pembangunan ekonomi Malaysia dan hubungan kaum sehingga 1990.
 Selepasnya kerajaan memperkenalkan Rancangan Wawasan.

Perkembangan Ekonomi Malaysia dalam Kerangka Kehadiran Masyarakat Pelbagai Kaum Sejak Abad Ke-15 Sehingga Merdeka
 Pada abad ke-15 dengan kemunculan Melaka sebagai pusat perdagangan bebas, bahasa Melayu menjadi bahasa lingua franca dan pedagang-pedagang asing menerima hegemoni perdagangan Melayu.
 Sifat berkongsi kekayaan ekonomi Melaka di kalangan semua pedagang yang mengunjungi Melaka dapat diperhatikan dari sikap Sultan dan pembesar Melayu.
 Mereka mengguna dan menggalakkan penyertaan pedagang asing seperti Gujarati, Chulia dan peminjam wang India (Chettiars).Dasar ini juga mengelakkan kelahiran Melayu kaya yang bakal menggugat kestabilan pemerintah.
 Hubungan ekonomi di Melaka mengikut peraturan ekonomi yang ditetapkan oleh raja-raja Melayu mengikut Hukum Kanun Melaka.
 Pedagang asing terpaksa menerima syarat-syarat dalam hukum ini bila menjalankan perdagangan di Melaka.
 Portugis yang menguasai Melaka pada abad ke-16 telah melenyapkan budaya perdagangan bebas untuk seketika.
 dasar monopoli dan pelbagai sekatan perdagangan dikenakan.
 Memaksa kapal-kapal singgah di Melaka untuk membayar cukai; 10% dikenakan untuk barangan dari negara China dan 8% untuk barangan dari Teluk Benggal.
 Pedagang juga dimestikan mendapatkan surat izin untuk berdagang di Melaka.
 Pedagang tidak puas hati dan ramai yang berpindah ke Aceh dan Pedir.
 Keadaan bertambah buruk apabila Belanda menguasai Melaka pada 1641. Pelbagai dasar monopoli diperkenalkan
 Belanda mengawal barangan utama yang diimport dan dieksport dari Melaka dengan tujuan untuk menetapkan harga jualan barangan berkenaan.
 Belanda menguasai monopoli ke atas barangan seperti lada hitam, rempah-ratus, kayu cendana, timah dan pelbagai jenis kain.
 Duti sebanyak 10% dikenakan ke atas barangan yang diimport dan 5% ke atas barangan eksport.
 Semua pedagang dipaksa singgah di Melaka untuk menjalankan urusniaga mereka;
 mengikat perjanjian ekslusif dengan pemerintah-pemerintah Melayu di Negeri-negeri Melayu untuk menjual hasil negeri mereka,
 khususnya bijih timah kepada Belanda pada harga yang ditetapkan dan menghadkan urusan perdagangan dengan pedagang-pedagang India.
 Senario ekonomi Tanah Melayu berubah dengan penguasaan Pulau Pinang oleh Francis Light pada 1786, Melaka pada 1795 dan Singapura pada 1819.
 Ketiga-tiga pelabuhan ini diisytiharkan sebagai pelabuhan bebas pada 1826 dan ia menarik pedagang asing, termasuk pedagang Cina dan India.
 Ketiga-tiga kelompok pedagang ini tinggal dalam penempatan yang berasingan dengan kegiatan ekonomi diidentifikasikan dengan kaum.
 tiada interaksi ekonomi antara ketiga kaum utama ini (Melayu, Cina dan India).
 Keadaan ini berubah pada abad ke-19 apabila lebih ramai buruh asing, khususnya buruh Cina, India dan Jawa dibawa masuk untuk memajukan sektor perladangan (getah dan kopi) dan perlombongan.
 Pada abad ke-20 pula British mula menyingkirkan penguasaan orang Cina dalam sektor perlombongan dan bidang komersil lain yang menguntungkan.
 Buruh India dan Cina dibawa masuk dalam bilangan yang besar untuk memajukan sektor perladangan getah dan bijih timah.
 Ia dengan sengaja membawa kepada ekonomi duaan iaitu dua keadaan ekonomi yang berjalan serentak dalam satu waktu.
 Kawasan pantai barat maju dengan tersedianya pelbagai kemudahan dan pantai timur pula menumpukan kepada tanaman sara diri.
 Bentuk ekonomi ini membawa faedah kepada kebanyakan orang Cina yang menetap di bandar.
 Orang Melayu terpinggir di luar bandar dengan kegiatan ekonomi sara diri (tanam padi dan buah-buahan).
 Ia disengajakan oleh British dengan harapan orang Melayu akan hasilkan tanaman untuk keperluan sendiri dan British juga tidak perlu mengimport beras dari luar.
Hubungan Etnik Pada Zaman Melaka sehingga abad ke- 17
 Melaka menarik ramai pedagang asing dan ia muncul sebagai pelabuhan kosmopolitan. Di sini wujud interaksi yang baik antara pedagang Melayu, Cina dan India.
 Ini kerana kerajaan Melaka di bawah pemerintah yang bijak menjalankan dasar pentadbiran yang adil dan ia memberi peluang kepada semua bangsa untuk menikmati keuntungan perdagangan di Melaka.
 Kejayaan hidup bersama antara kesemua kaum ini dapat diperhatikan daripada kewujudan penempatan seperti Bukit Cina dan perkahwinan orang tempatan dengan pedagang asing yang melahirkan baba peranakan India dan Cina.
 Hubungan ekonomi antara ketiga kaum (Melayu, India dan Cina) terjejas dengan kehadiran kuasa Portugis dan Belanda yang mula mengawal pelabuhan-pelabuhan utama Melayu seperti Melaka dan Betawi. Kuasa asing ini juga mengawal perdagangan antara pulau dan jalan laut utama antara India dan China.
 Usaha-usaha diambil untuk memaksa kerajaan-kerajaan Melayu tunduk kepada kuasa baru ini.
 Dasar monopoli yang diamalkan oleh kuasa Barat ini memaksa pedagang tempatan beralih ke pelabuhan-pelabuhan lain yang mengamalkan dasar perdagangan bebas.
 Keadaan ini juga memaksa pedagang Melayu berpindah ke kawasan pedalaman (hinterland) dan mereka terpaksa bekerja mengusahakan tanah.
 Keadaan ini membawa kepada kemunculan kelas petani atau komuniti Melayu luar bandar yang mengusahakan tanah.
 Kekosongan yang ditinggalkan oleh orang Melayu di bandar kini diambil alih oleh orang India dan kemudian pada zaman British oleh orang Cina, Arab dan Eropah.
Hubungan Etnik Pada Abad Ke-18
 Hampir kesemua kapitan Cina menjalinkan hubungan yang baik dengan British.
 Dasar British Ini sebenarnya menjarakkan lagi status ekonomi Cina.
Hubungan Etnik Pada Abad Ke-19
 Penglibatan orang Cina dalam ekonomi Negeri-negeri Melayu membawa kepada kerjasama ekonomi antara kaum Melayu dan Cina.
 Ini dapat diperhatikan di negeri Selangor, Johor dan Negeri Sembilan.
 Kerjasama antara saudagar Cina dan Melayu di Selangor bermula pada tahun 1846 iaitu pada zaman pemerintahan Raja Jumaat (1840-1854).
 Saudagar Cina Melaka telah mendahulukan modal untuk memajukan lombong di Lukut.
 Sebagai balasan saudagar Cina Melaka mendapat sebahagian keuntungan yang diperolehi oleh Sultan dari lombong Lukut.
Kerjasama Orang China –Melayu Di Johor
 Kerjasama ini bermula apabila Temenggong Johor, Temenggong Ibrahim menggalakkan orang Cina membuka tanah untuk mengusahakan tanaman lada dan gambir.
 Di bawah sistem Kangcu yang diperkenalkan di Johor, seorang ketua Cina yang dipanggil Kangcu atau raja sungai ditempatkan untuk mengawal setiap batang sungai di tempat ladang-ladang terbuka.
 Kangcu akan menerima surat kuasa dari Temenggong untuk membuka ladang, mengawasi tanaman dan memungut cukai
Kesan Dominasi Langsung Orang Cina Dalam Perlombongan
 Selepas pedagang Cina dibenarkan untuk terlibat secara langsung dalam perkembangan ekonomi Negeri-negeri Melayu, peranan elit pemerintah Melayu hanya dihadkan kepada pengutipan cukai eksport dan import dan urusan memperuntukkan konsesi kepada pelabur.
 Dengan bermulanya pentadbiran British, peranan ini telah diambil alih oleh British dan orang Cina kini boleh melangkaui (bypass) pemerintah Melayu untuk berurusan dengan pentadbir British
 Kaum Cina juga bekerja sebagai kontraktor pembuat jalan, landasan keretapi, sebagai peniaga runcit dan pekedai. Mereka juga menjadi orang tengah dalam perniagaan.
 Kaum Cina kekal sebagai komuniti yang berdikari dan mampu diri. Pada masa itu, rata-rata tidak menganggap Tanah Melayu sebagai negara mereka
 Abad ke-18 juga adalah zaman kedatangan buruh India yang mula menetap di Negeri-negeri Selat.
 Ada yang datang sebagai pegawai polis, tentera dan pesalah yang dibawa dari India untuk bekerja sebagai buruh dalam Jabatan Kerja Raya.
 Ada juga pedagang India yang terlibat dalam perniagaan di Negeri-negeri Selat.
 Selepas pengenalan sistem Residen di Negeri-negeri Melayu pada 1874, ramai orang India yang direkrut dalam sektor keselamatan Negeri-negeri Melayu (NNM) seperti Malay States Guides, polis dan juga dalam pembinaan jalan dan landasan keretapi.
 Bilangan buruh India ketika ini amat kecil tetapi ia bertambah pada penghujung abad ke- 19 dengan perkembangan pesat sektor perladangan getah.
Pembangunan Ekonomi dan Hubungan Etnik Pada Abad Ke-20
 Abad ke-20 adalah era yang menyaksikan perkembangan pesat ekonomi Tanah Melayu dan penglibatan bukan Melayu, khususnya kaum Cina dalam ekonomi milik British.
 Kaum India pula menyumbangkan tenaga yang besar dalam sektor perladangan dan sebilangan kecil dalam pentadbiran dan sebagai buruh kasar dalam sektor perladangan dan perlombongan.
 Kebanyakan orang Melayu pula adalah di luar bandar dan mereka yang berpendidikan bekerja makan gaji dalam sektor pentadbiran kerajaan.
 Pada awal abad ke-20 kaum Cina menjadi pemilik utama lombong-lombong utama dan hanya pada 1930-an dengan peningkatan penggunaan teknologi, bangsa Eropah mula mengambilalih dominasi orang Cina dalam sektor ini
 Kedudukan ekonomi Cina telah cuba dipulihkan pada zaman Darurat (1948-1960) iaitu apabila berlaku ancaman komunis.
 kerajaan telah mendirikan kawasan penempatan baru yang dikenali sebagai “kampung-kampung baru” (New Villages) di bawah rancangan Briggs.
 Hubungan Orang Melayu dengan India dari sudut ekonomi agak baik pada awal abad ke-20. Ini adalah berasaskan hubungan orang Melayu golongan peminjam wang India (Chettiar).
 Hubungan ini menjadi renggang pada 1930-an apabila orang India membuat tuntutan politik supaya mereka diberikan lebih banyak keistimewaan.
 Kedudukan ekonomi buruh India amat teruk pada zaman pendudukan Jepun.
 Ramai yang telah dibawa ke sempadan negeri Thai untuk membina landasan keretapi maut.
 Pada zaman Darurat, 1948-1960, tuntutan pekerja bertambah dan ramai buruh India telah menyertai kesatuan sekerja anjuran anjuran Parti Komunis India. Pada Mei 1947, buruh India telah menuntut supaya mereka diberikan upah yang sama dengan buruh Cina.
 Tuntutan-tuntutan lain adalah tempat kerja yang selesa, bekalan kemudahan asas dan perlantikan guru sekolah di estet.
 Berdasarkan kemajuan ekonomi yang di alami oleh ketiga-tiga kaum pada abad ke-20, amat jelas konsentrasi ketiga-tiga kaum ini juga berbeza.
 Kaum Cina juga mewakili separuh dari penduduk bandar semua negeri Semenanjung kecuali Kelantan, Trengganu dan Perlis.
 Orang Melayu pula tertumpu di kawasan luar bandar yang berkait dengan pertanian sebagai contoh di kawasan pantai barat. Pada tahun 1947, hanya 14% orang Melayu menetap di bandar, sedangkan Cina mewakili 54% dan India 39%.
 Kaum India sebahagian besar tinggal di luar bandar dan mereka yang menetap di bandar tertumpu di negeri Perak, Selangor dan Negeri Sembilan.
Selepas Merdeka: Latar Belakang Perkembangan Ekonomi Malaysia dalam Kerangka Perlembagaan Merdeka 1957 dan Senario Selepas Merdeka
 Perlembagaan Merdeka menyaksikan dominasi politik Melayu diinstitusikan. Pada tahun 1955 dan 1956 UMNO, MCA dan MIC telah berkompromi dibawah satu persetujuan (social contract) yang dikenali sebagai “persetujuan bersejarah” (historic bargain).
 Melalui persetujuan ini orang Melayu bersetuju kewarganegaraan akan diberikan kepada orang bukan Melayu yang berkelayakan dan sebagai balasan bukan Melayu bersetuju mengakui hak-hak istimewa orang Melayu, bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan kedudukan raja-raja Melayu sebagai raja berperlembagaan.
 Semua kompromi ini kemudiannya dimaktubkan dalam Perlembagaan Persekutuan 1957.
 Walaupun semua kehendak dipersetujui sewaktu perlembagaan diterima tetapi selepasnya ia adalah satu senario yang berbeza.
 Isu-isu sensitif terus dibangkitkan oleh parti-parti pembangkang dalam pilihanraya 1963 dan 1969.
 Pada akhir tahun-tahun 1960-an, perasaan tidak puas hati dan kemuncaknya ialah Tragedi 13 Mei.
 Ia seterusnya membawa kepada pemansuhan Parlimen, penubuhan Majlis Gerakan Nasional (MAGERAN) dan pengenalan prinsip Rukunegara bagi mengukuhkan perpaduan negara.
 Pada awal 1970, Dasar Ekonomi Baru (DEB) diperkenalkan untuk menyusun semula masyarakat dan membasmi kemiskinan tanpa mengira kaum.
 Antara 1970-1990, DEB menunjangi pembangunan negara dan ia berusaha untuk membasmi dan menyusun semula masyarakat tanpa mengira bangsa dan agama.
Pembangunan Ekonomi dan Hubungan Etnik Dalam Rancangan Malaya Pertama (1956-1960) dan Kedua (1961-1965)
 Rancangan Malaya Pertama bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara dengan menumpukan kepada sektor luar bandar;
 Mempelbagaikan keluaran pertanian supaya negara tidak hanya bergantung kepada pengeluaran getah
 Menambahkan peluang pekerjaan bagi mengurangkan kadar kemiskinan.
 Dasar pembangunan kerajaan Perikatan selepas merdeka adalah untuk membawa kemajuan ekonomi kepada semua rakyat Tanah Melayu
 Pada waktu ini tidak banyak wang yang diperuntukkan untuk perbelanjaan pembangunan ekonomi.
 Hampir separuh dari perbelanjaan dihalakan kepada pertahanan dan keselamatan dalam negeri (bagi membendung ancaman komunis).
Status Ekonomi Melayu
 Untuk membantu orang Melayu di luar bandar kerajaan telah menubuhkan pelbagai agensi;
 RIDA (Rural Industrial Development Authority) berfungsi untuk memajukan masyarakat luar bandar melalui pembangunan sosial, ekonomi dan infrastruktur.
 FELDA (Federal Land Development Authority) pada 1956 untuk membuka dan memajukan tanah baru secara besar-besaran bagi pertanian dan penempatan
 Kementerian Pembangunan Negara dan Luar Bandar pada 1959, satu Kementerian yang secara khusus menjaga hal-ehwal luar bandar ditubuhkan.
 FAMA (Federal Agricultural Marketing Authority) pada 1965.
 1961 Jawatankuasa Pembangunan Kampung ditubuhkan bagi melibatkan orang Melayu secara langsung dalam proses perancangan dan pelaksanaan program pembangunan.
 Bank Bumiputera ditubuhkan pada 1965 dengan modal sebanyak RM20 juta untuk berperanan sebagai institusi yang boleh membekalkan kredit serta khidmat nasihat kepada peniaga bumiputera.
 Amanah Saham MARA dilancarkan pada 1967 untuk menggembling tabung simpanan Melayu.
 Dewan Perniagaan Melayu Bersekutu ditubuhkan pada 1967 sebagai urursetia bagi golongan kapitalis Melayu.
Status Ekonomi Cina
 Kedudukan ekonomi Cina amat teguh selepas merdeka disebabkan kemahiran orang Cina berdagang dan juga sumbangan persatuan-persatuan Cina untuk mengumpul modal.
 Konsep perniagaan ala kongsi telah membantu kaum Cina mengumpul modal dan mengukuhkan modal di kalangan komuniti mereka.
 Keadaan ini juga dibantu oleh lokasi orang Cina di bandar yang telah mendedahkan mereka dengan satu sistem pendidikan yang baik.
Status Ekonomi India
 Dasar kerajaan yang baru merdeka untuk mengambilalih ladang-ladang milik pengusaha asing mempunyai kesan yang serius ke atas buruh eset.
 Pengusaha Barat mula menjual ladang-ladang mereka dan meninggalkan negara.
 MIC telah cuba menyelamatkan nasib buruh-buruh India dengan membeli ladang-ladang kecil dengan menubuhkan National Land Finance-Co-operative Society Lmtd (NLFCS) pada 1960. MIC dan NLFCS telah mendesak kerajaan menggubal undang-undang untuk mengawal penjualan estet yang luasnya melebihi 100 ekar.
 Antara 1961-1969, NLFCS telah membeli 18 estet.
Pembangunan Ekonomi dan Hubungan Etnik Sejak Tragedi 13 Mei 1969 Hingga 1990
 Tun Razak menyedari bagi membangunkan ekonomi negara, kerajaan harus mengelakkan perbalahan kaum.
 Untuk itu parti Perikatan diperluaskan dan pada 1974 Barisan Nasional (BN) dibentuk dan ia menyaksikan penyertaan lebih banyak parti politik dan mengurangkan politiking.
 Tujuan utama rancangan ini adalah untuk memperteguhkan sokongan orang Cina. Ia adalah strategi politik yang digelar sebagai “ethnic corporatism”.
Status Ekonomi Melayu
 Pembangunan ekonomi sebelum Tragedi 13 Mei adalah dibawah Rancangan Malaysia Pertama (RMP) (1966-1970).
 Ia ingin wujudkan perpaduan rakyat dan wujudkan integrasi antara Semenanjung, Sabah dan Sarawak.
 Ingin mengurangkan kadar pengangguran, membangunkan ekonomi luar bandar dan mempelbagaikan ekonomi supaya tidak bergantung kepada getah dan bijih timah.
 Tragedi 13 Mei 1969 menyedarkan kerajaan timbulnya masalah perbalahan kaum adalah disebabkan ketidakseimbangan dalam pembangunan ekonomi antara kaum
 Pembahagian buruh seperti yang disaksikan pada zaman penjajahan berterusan pada tahun-tahun 1960an. Adalah didapati golongan yang paling menganggur ialah orang Melayu dan ini diikuti oleh orang India.
 Dalam sektor pelaburan didapati orang Melayu hanya memiliki 1% pelaburan dalam perniagaan berdaftar.
 Oleh itu, satu rancangan ekonomi yang lebih menyeluruh bagi kesemua kaum mula diperkenalkan dan ia dikenali sebagai Dasar Ekonomi Baru (DEB).
 DEB diharapkan dapat menyusun semula masyarakat Malaysia dengan harapan kegiatan ekonomi tidak lagi diidentifikasikan dengan kaum seperti yang diperhatikan pada zaman penjajahan.
 DEB berkembang dibawah Rancangan Malaysia kedua, 1971-75; Ketiga 1976-1980; Keempat 1981-1985 dan Kelima, 1986-1990.
Matlamat utama DEB dan kesemua Rancangan Malaysia sehingga 1990 ialah;
 untuk menyatupadukan masyarakat berbilang kaum menerusi strategi membasmi kemiskinan dan
 menyusun semula masyarakat dari segi fungsi ekonomi,
 memodenkan kehidupan masyarakat luar bandar dan mempertingkatkan penyertaan kaum bumiputera dalam bidang perusahaan dan perniagaan.
 Objektif ini mengalami sedikit perubahan pada tahun-tahun 1980-an apabila dinyatakan satu lagi objektif adalah untuk menggalakkan penyertaan sektor swasta dalam pembangunan negara.
 Kerajaan memperkenalkan DEB dan ia menyedarkan orang Cina betapa perlunya bekerjasama dengan orang Melayu untuk mendapat faedah ekonomi.
 Kaum Cina mula mengubah strategi perniagaan mereka daripada berniaga sebagai individu kepada kumpulan.
 Pada 1989 kerajaan telah menubuhkan Majlis Perundingan Ekonomi Negara untuk melahirkan rasa kebimbangannya dengan nasib kaum India yang ketinggalan di bawah DEB dan ingin mengemukakan cadangan bagi merangkakan dasar ekonomi bagi tempoh 1991-2000.
 Majlis ini telah menyeru supaya kerajaan mengambil tindakan untuk memajukan nasib orang India dibawah Dasar Pembangunan Nasional yang akan menggantikan DEB.
Pembangunan Ekonomi dan Hubungan Etnik Di bawah Dasar Pembangunan Nasional (1990-2000) dan Wawasan Negara (2001-2010)
 DPN digubal berlandaskan wawasan 2020 untuk menjadikan Malaysia sebuah negara maju menjelang 2020.
 Wawasan 2020 menekankan 9 cabaran yang perlu dihadapi oleh rakyat Malaysia untuk muncul sebagai negara berteknologi tinggi menjelang abad ke-21
 Dasar-dasar yang menggantikan DEB cuba mewujudkan landasan yang baik bagi memajukan kesemua kaum di Malaysia. Namun begitu, dari segi perlaksanaan DEB memang mempunyai kelemahan.
 Adalah menjadi tanggungjawab kerajaan dan semua pihak bagi memastikan apa sahaja dasar yang diperkenalkan membawa faedah kepada semua lapisan masyarakat tanpa meminggirkan mana-mana komuniti.

Baca selanjutnya......

RANCANGAN PEMBANGUNAN NEGARA (1956-2010)

Selepas merdeka, kerajaan memberi perhatian berat terhadap usaha membangunkan negara, terutama di kawasan luar bandar. Kemerosotan harga getah akibat persaingan daripada getah tiruan memperlihatkan struktur asas ekonomi negara yang terlalu bergantung kepada dua jenis komoditi iaitu, getah dan biji timah. Oleh yang demikian, kerajaan mengambil langkah dengan mempelbagaikan asas ekonomi bagi mengatasi keadaan ini dengan memperkenalkan komoditi lain selain getah dan bijih timah.
a) Rancangan Malaya Pertama(1956-1960)
Rancangan Malaya Pertama merupakan rancangan pembangunan pertama negara selepas mencapai kemerdekaan.Rancangan ini memberi tumpuan pada pembangunan luar bandar, terutama untuk memulihkan perusahaan getah supaya dapat bersaing dengan getah tiruan. Rancangan ini memberi tumpuan pada dua matlamat utama berikut;
i. Membangunkan sektor ekonomi di luar bandar bagi merapatkan jurang perbezaan pendapatan antara penduduk luar bandar dan bandar.
ii. Mengurangkan kadar kemiskinan dalam kalangan masyarakat luar bandar.
b) Rancangan Malaya Kedua (1961-1965)
Rancangan Malaya kedua memberi tumpuan untuk menyediakan lebih banyak kemudahan asas dan mempelbagaikan ekonomi di kawasan luar bandar.Rancangan ini menekankan matlamat berikut;
i. Mengurangkan jurang perbezaan taraf hidup antara kawasan
ii. Mewujudkan peluang pekerjaan untuk penduduk di luar bandar
iii. Menyediakan pelbagai kemudahan asas seperti kemudahan kesihatan pelajaran dan perumahan untuk penduduk di luar bandar.
iv. Mempelbagaikan kegiatan pertanian dengan menekankan pengeluaran pertanian yang lain sebagai tambahan kepada tanaman getah.
c) Rancangan Malaysia Pertama(1966 – 1970)
Rancangan Malaysia Pertama memberi tumpuan pada pembangunan negara secara menyeluruh yang meliputi semua bidang ekonomi. Program pembangunan negara melalui Rancangan ini berasaskan satu rancangan bersepadu berikutan kemasukan Sabah dan Sarawak ke dalam persekutuan Malaysia.
Matlamat utama Rancangan Malaysia Pertama adalah;
i. Mempelbagaikan kegiatan ekonomi dalam sektor perindustriaan untuk mengurangkan kebergantungan kepada getah dan bijih timah.
ii. Mengadakan peluang pekerjaan sebagai usaha untuk mengurangkan penggangguran
iii. Meningkatkan pendapatan dan penggunaan sumber dalam rakyat berpendapatan rendah.
iv. Mempercepat integrasi dalam kalangan penduduk dan negeri di Malaysia.


RANCANGAN JANGKA PANJANG PERTAMA(1971-1990)
a) Rancangan Malaysia Kedua(1971 – 1975)
Rancangan Malaysia Kedua dilaksanakan untuk memperbaiki kedudukan ekonomi yang tidak seimbang antara kawasan dan kaum yang dianggap sebagai punca pencetus Peristiwa 13 Mei 1969.
Rancangan Malaysia Kedua merupakan siri pertama dalam rancangan pembangunan DEB. Matlamat DEB adalah untuk mencapai perpaduan negara yang dilaksanakan melalui serampang dua mata antaranya;
i. Mengurangkan dan seterusnya membasmi kemiskinan.
ii. Mempercepat proses penyusunan semula masyarakat Malaysia.
Usaha-usaha membasmi kemiskinan;
i. Mewujudkan peluang pekerjaan dalam pelbagai sektor untuk diisi oleh semua kaum.
ii. Mengurangkan jurang perbezaan pendapatan antara kaum dan wilayah.
iii. Meningkatkan daya pengeluaran dan pendapatan dengan menambahkan kemudahan untuk semua golongan miskin di bandar dan luar bandar.
iv. Memperbaiki taraf hidup dan kualiti kehidupan melalui pelajaran, latihan, kesihatan dan kemudahan infrastruktur.
v. Mewujudkan suasana pekerjaan yang menggambarkan komposisi kaum.
b) Rancangan Malaysia Ketiga (1976 -1980)
RMK ke 3 merupakan peringkat kedua DEB. Buat pertama kali rancangan pembangunan wilayah diperkenalkan dalam rancangan pembangunan negara. Tujuan utama diberikan kepada penanaman getah dan kelapa sawit untuk tujuan eksport. Isu perpaduan masih menjadi perhatian utama dalam pembangunan ekonomi.
c) Rancangan Malaysia Keempat (1981 – 1985)
Rancangan Malaysia keempat adalah rancangan untuk memperkemas langkah dan program yang terkandung dalam Rancangan Malaysia Kedua dan Rancangan Malaysia Ketiga untuk mencapai sosioekonomi DEB.
Program pembangunan masih diteruskan dengan memberi keutamaan kepada sektor perusahaan dan pertanian. Penekanan diberikan kepada perusahaan berat berasaskan pelaburan modal dan penggunaan teknologi tinggi serta keperluan tenaga pekerja yang mahir.
d) Rancangan Malaysia Kelima(1986-1990)
RMK ke 5 masih meneruskan pembangunan sektor pertanian dan dilaksanakan melalui penggunaan tanah dengan lebih cekap, memaksimunkan sumber tenaga manusia dan menambahkan peluang latihan kemahiran dalam sektor awam dan swasta.Usaha mempercepatkan perkembangan sektor perusahaan diperkenalkan dengan;
i. Meningkatkan peranan sektor swasta dan kecekapan pengurusan dalam kalangan agensi kerajaan.
ii. Mempergiat perusahaan pembuatan dengan menubuhkan Perusahaan Otomobil Nasional Berhad iaitu perusahaan membuat kereta nasional negara.



RANCANGAN PEMBANGUNAN NEGARA FASA 3
e) Rancangan Malaysia Keenam (1991 – 1995)
Rancangan Malaysia Keenam digubal untuk mengekalkan pembangunan dan menguruskan kejayaan ekonomi negara supaya pembangunan seimbang dapat dicapai selaras dengan objektif yang ditetapkan oleh Dasar Pembangunan Nasional.
Strategi yang digariskan untuk mencapai matlamat RMK ke 6
i. Meningkatkan Kecekapan dan daya saing ekonomi dengan menggalakkan penglibatan sektor swasta dalam mengembangkan ekonomi negara.
ii. Mengurangkan penyertaan secara langsung sektor awam dengan meningkatkan keupayaan sedia ada sektor swasta untuk melaksanakan program pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber manusia dan penyediaan perkhidmatan sosial.
iii. Mengekalkan dasar liberalisasi dan pelonggaran peraturan undang-undang untuk memperbaiki iklim pelaburan dalam negara menggalakkan pertumbuhan sektor swasta dan pelaburan asing.
iv. Menggalakkan pertumbuhan pesat proses perindustrian dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih bagi menghasilkan keluaran yang berkualiti untuk memenuhi keperluan pasaran di negara maju.
v. Mengukuhkan perkembangan pasaran kewangan dan modal supaya tabungan dalam negara dapat ditingkatkan dan disalurkan secara cekap kepada sektor-sektor ekonomi yang produktif.
f) Rancangan Malaysia Ketujuh (1996 – 2000)
RMK 7 digubal seiring dengan hasrat negara menyokong dan mengekalkan proses pembangunan. Teras RMK 7 adalah untuk meningkatkan pertumbuhan potensi keluaran, memesatkan peralihan struktur dan pembangunan seimbang. Tumpuan Rancangan adalah untuk meningkatkan produk dan kecekapan, terutama melalui pemberian insentif kepada sektor swasta.

g) Rancangan Malaysia Kelapan (2001-2005)
RMK 8 merupakan rancangan pembangunan pertama dalam Rangka Rancangan Jangka Panjang. Dasar Wawasan Negara yang terkandung dalam RRJP3 berperanan menentukan arah pembangunan negara dalam dekad pertama abad ke 21.
Rancangan Malaysia Kelapan menggabungkan strategi, program dan projek yang dirangka bagi mencapai objektif Dasar Wawasan Negara, iaitu menjamin pertumbuhan mapan dan pengukuhkan daya tahan ekonomi negara serta mewujudkan masyarakat yang bersatu dan saksama.
Dasar Wawasan Negara menggabungkan teras dan dua dasar pembangunan terdahulu, iaitu Dasar Ekonomi Baru dan Dasar Pembangunan Nasional dengan objektif utamanya untuk mencapai perpaduan nasional. Pembasmian kemiskinan tanpa mengira kaum, penyusunan semula masyarakat dan pembangunan yang seimbang masih menjadi strategi utama Dasar Wawasan Negara.
h) Rancangan Malaysia Kesembilan (2006 -2010)
Rancangan Malaysia Kesembilan merupakan peringkat kedua pelaksanaan RRJP3 dan fasa kedua pelaksanaan Wawasan 2020. Penekanan diberikan kepada pembangunan insaniah yang melibatkan penggunaan secara optimum pembangunan fizikal yang telah disediakan.
Rancangan ini menggariskan enam cabaran;
i. Meningkatkan prestasi dan kemampuan Malaysia
ii. Mengukuhkan daya saing dan daya tahan ekonomi negara dan meningkatkan kegiatan inovasi
iii. Meningkatkan daya pengeluaran dan tahap pengetahuan dalam ekonomi.
iv. Membangunkan sumber manusia.
v. Memperhebat langkah pembasmian kemiskinan.
vi. Menyediakan kemudahan dan perkhidmatan berkualiti tinggi melalui sistem yang cekap dan berkesan.



Baca selanjutnya......

Thursday, February 12, 2009

TUGASAN ISL

TUGASAN ISL
Fail ISL hendaklah diserahkan pada/sebelum kuliah/interaksi terakhir
Fail hendaklah kemas/divider fail mengikut minggu ISL
Nota ISL dalam bentuk cetakan/tulisan tangan


Minggu 2 :
Cari maklumat daripada internet dan sumber rujukan tentang Peristiwa 13 Mei 1969.

Minggu 3
Kumpul maklumat berkaitan kepentingan perpaduan dan integrasi dalam konteks hubungan etnik di Malaysia.

Minggu 4
Hasilkan carta garis masa tentang proses pembentukan masyarakat pluralistik di alam Melayu.

Minggu 5
Cari maklumat daripada internet dan sumber rujukan tentang proses pencapaian perpaduan di Malaysia sebelum 1970.

Minggu 6
Kumpul bahan-bahan daripada pelbagai sumber tentang perkembangan modenisasi dan pembangunan ekonomi Malaysia dan luar negara

Minggu 7
Cari dan kumpul maklumat tentang pembangunan ekonomi di Malaysia.

Minggu 8
Hasilkan borang pengurusan grafik tentang pembangunan ekonomi (Rancangan Lima Tahun)

Minggu 9
Kumpul bahan-bahan tentang Rancangan Lima Tahun bermula pada 1964 hingga kini dalam konteks hubungan etnik.

Minggu 10
Kenalpasti fasal-fasal dalam perlembagaan berkaitan dengan unsur-unsur tradisi

Minggu 11
Hasilkan peta minda tentang unsur-unsur tradisi dalam perlembagaan negara 1948 sehingga 1963

Minggu 12
Kumpul dan dapatkan maklumat tentang Islam Hadhari daripada agensi-agensi dan badan-badan kerajaan yang berkaitan.

Minggu 13
Hasilkan laporan ringkas tentang cabaran globalisasi serta implikasi kepada hubungan etnik di Malaysia berdasarkan pelbagai sumber rujukan.

Minggu 14
Hasilkan borang pengurusan grafik tentang peranan masyarakat dan kerajaan dalam konteks hubungan etnik.

Minggu 15
Kumpul dan cari bahan tentang Dasar pendidikan kebangsaan dan PIPP daripada pelbagai sumber.



Baca selanjutnya......

The Richest Malaysians

Eight of the rich listers are newcomers, most put there by recent offerings or dramatic gains in public holdings. Mokhzani Mahathir, son of the former prime minister, joins the ranks after taking his energy company Kencana public in December. Seri Eleena Raja Azlan Shah becomes the list's second woman, thanks to her shareholding in thriving construction firm Gamuda, up 90% in the past year. The richest newcomer is Singapore resident Ong Beng Seng, the tireless dealmaker who just recently persuaded Formula One's Bernie Ecclestone to hold a Grand Prix-style race on the streets of Singapore, most probably at night, a world's first.
Even most dropoffs from last year's rankings have little reason to pout. Former head of Multi-Purpose Holdings, Lim Thian Kiat, saw his net worth rise $31 million to $126 million. Not bad, but not enough to make the cut.
For people with publicly traded fortunes, net worths were calculated using share prices and exchange rates from May 11. For privately held fortunes we estimated what companies and assets were worth if public.

Below is the ranking of Malaysia’s richest men and women for the 2008, produced by Forbes Asia.
The country’s sugar king, Robert Kuok is again named as the richest man, topping the chart with a net worth of over RM30 billion (US$10 billion). Puan Sri Lee Kim Hua, the widow of Tan Sri Lim Goh Tong, is the only woman in the top 20.
Some of the honorable mentions which are not in the top 10 list are Azman Hashim (11th), Lim Kok Thay (15th), Tony Fernandes (19th), Mokhzani Mahathir (20th), Eleena Azlan Shah (35th) and Nazir Razak (40th).
1. Robert Kuok
One can doubt how many types of sugars Robert Kuok can list down, but when it comes to cash, don’t argue. From a moderate size sugar business, today, Kuok has his hands full with a wide range of industries and specializations. Some of them include property, energy, shipping, logistic, manufacturing and so on. He is now residing in Hong Kong, probably avoiding too much publicity here.
2. Ananda Krishnan
Born in Kuala Lumpur, Ananda Krishnan, who is a Tamil origin, studied in Victoria Institutions (VI) and obtained his Degree in Politics from University of Melbourne, Australia. He went to pursue his MBA in the prestigious Harvard University and upon graduation, he ventured into a series of businesses, one after another, under Usaha Tegas entity. Astro, Measat and Maxis are among of his prominent ventures.
3. Lee Shin Cheng
Tan Sri Dato’ Lee Shin Cheng is the Chairman and CEO of IOI Group, which has core businesses in plantation, property development, refinery and manufacturing. Lee comes from a poor family and was forced to abandon school at the age of 11, and worked his way to become where he is standing today. He is also the pioneer of Yayasan Lee Shin Cheng Scholarship, which provides scholarship opportunity for unfortunate students.
4. Teh Hong Piow
The Singapore-born Tan Sri Dato’ Sri Dr. Teh Hong Piow is the founder and Chairman of Public Bank Berhad, one of the most profitable local banks in Malaysia. Teh did not have much formal education but he took his banking career seriously even though starting only as a clerk. He rose to become a bank officer in 5 years time, and joined Malayan Banking before leaving the bank to establish Public Bank.
5. Lee Kim Hua
Puan Sri Lee Kim Hua is the widow of the late Tan Sri Lim Goh Tong, who passed away in 2007, and left Genting Group as the legacy. Her wealth is rather by inheritance than by business involvement or investment. She is credited as the person who has always been behind Lim Goh Tong’s hardship, struggle and success. The Group is now headed by her second son, Lim Kok Thay.
6. Quek Leng Chan
Tan Sri Quek Leng Chan is the co-founder of Hong Leong Group Malaysia. Most Malaysians will associate the group with its flagship bank, Hong Leong Bank, but that is not the only major business the group is involved. Rather, the company has interest in a string of other ventures including semiconductor, automotive assembly, materials, newsprint as well as furniture.
7. Yeoh Tiong Lay
Remember Tan Sri Yeoh Tiong Lay, remember YTL Corporation that carries his initials. YTL is one of the country’s biggest corporations with diverse business interests such as energy & distribution, utilities, construction & property, hospitality and technology. Technically retired, much of the YTL running today is left to his son, Francis Yeoh.
8. Syed Mokhtar Al Bukhary
Syed Mokhtar Al Bukhary, the richest Malay in the country, is a very much respected businessman and philanthropy. Coming from Arab descendent, Syed Mokhtar grew up north in Peninsular Malaysia, and had his first taste of business while still in secondary school. Failures threatened his way into success but he persevered all along to achieve the current status.
9. Vincent Tan
Whether you like or dislike him, Tan Sri Vincent Tan is still one of the richest men in the country nonetheless. He was ranked 14th last year but good business in Berjaya pushed him to break the top 10 rank this year. The company he founded has interests in property development, resorts, hospitality, media and sports. This year he became a little bit more famous after embroiled in the Lingam tape controversy.
10. Tiong Hiew King
Sibu-based Tiong Hiew King is the founder and chairman of Rimbunan Hijau group, which has local and international presence in the timber industry. Apart from its native country Malaysia, the group also has large presence in Papua New Guinea and Russia. Additionally, the company controls 3 major Chinese newspapers - Sin Chew Jit Poh, Guang Ming and Ming Pao.

Baca selanjutnya......